Dalam pelaksanan pelayanan dan hubungan antara tenaga kesehatan dalam institusi Rumah Sakit banyak betmunculan di media..koran/televisi/media onlline.
Diantaranya;
- Sengketa antara pasien dengan Perawat atau dokter pasti yàng paling dominan, bàik pelanggaran etik ataupun kelalaian bahkan sampai pidana.
- Pemasalahan mogok perawat, karena gaji ataupun insentif blud yang sangat tidak adil karena pengawasan yang tidak profesional.
- Pola pembagian blu/ blud yg memberikan kewenangan penuh pada direksi untuk membuat rumusan pola pembagian kepada tenaga kesehatan di rumah sakit, membuat celah bagi oknum-oknum untuk mendapat keuntungan.
- Orang-orang yang menduduki jabatan sebagai Dewan Pengawas Rumah Saki banyak yang tidak relepan dengan Permenkes No.10/2014.
- Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi belum semua PROVINSI Terbentuk.
Sedangkan tugas dan fungsi Dewan Pengawas Rumah Sakit sangat strategis untuk memajukan rumah sakit dg Fungsi Pengawasan dan Pembinaan Internal Rumah Sakit.
Begitu juga Badan Pengawas Rumah Sakit mempunyai peran Pembinaan dan Pengawasan Rumah Sakit secara eksternal.
Jika memang benar dilakukan secara profesional kasus Rumah sakit dapat di cegah secara dini dan diberantas sebelum berkembang.
Berikut kami uraikan kebijakan yg telah ada dan berlaku :
Semua lahir atas amanah UUNo.44/2009 tentang Rumah Sakit.
Tingkat Pusat
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia bertanggung jawab kepada Menteri.
Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia merupakan unit nonstruktural di Kementerian yang bertanggung jawab dibidang kesehatan dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit : Pasal 59,60
• Badan Pengawas Rumah Sakit dapat dibentuk di tingkat provinsi oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
• Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi merupakan unit nonstruktural pada Dinas Kesehatan Provinsi dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen.
• Keanggotaan Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi terdiri dari unsur pemerintah, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi bertugas:
a. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;
b. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;
c. mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada Badan Pengawas Rumah Sakit Indonesia;
e. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
f. menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.
PP 49 tahun 2013 tentang BPRS
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi yang selanjutnya disingkat BPRS Provinsi adalah unit nonstruktural pada dinas kesehatan provinsi yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.
Gubernur dapat membentuk BPRS Provinsi untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara eksternal di tingkat provinsi.
Dalam hal BPRS Provinsi belum dibentuk, tugas pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara eksternal di tingkat provinsi dilaksanakan oleh dinas kesehatan provinsi.
BPRS Provinsi bertugas:
a. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;
b. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;
c. mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada BPRS;
e. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan
f. menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.
BPRS Provinsi mempunyai wewenang:
a. melakukan inspeksi penegakan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya;
b. meminta informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya kepada semua pihak yang terkait;
c. meminta informasi tentang penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan kepada Rumah Sakit;
d. memberikan rekomendasi kepada BPRS dan gubernur mengenai pola pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit berdasarkan analisis hasil pembinaan dan pengawasan;
e. menindaklanjuti pengaduan dalam rangka upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi; dan
f. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk mengambil tindakan administratif terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.
Keanggotaan BPRS Provinsi terdiri atas paling banyak 5 (lima) orang yang terdiri atas unsur:
a. Pemerintah Daerah;
b. asosiasi perumahsakitan;
c. organisasi profesi bidang kesehatan; dan
d. tokoh masyarakat.
Pengusulan keanggotaan BPRS Provinsi sebagaimana dimaksud dilakukan oleh kepala dinas kesehatan provinsi. Keanggotaan BPRS Provinsi ditetapkan oleh gubernur
PERMENKES NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG KEANGGOTAAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT INDONESIA
Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi yang selanjutnya disingkat BPRS Provinsi adalah unit nonstruktural pada dinas kesehatan provinsi yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara eksternal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.
Keanggotaan BPRS terdiri atas unsur:
a. Kementerian Kesehatan 1 (satu) orang;
b. asosiasi perumahsakitan1 (satu) orang;
c. organisasi profesi bidang kesehatan 2 (dua) orang; dan
d. tokoh masyarakat 1 (satu) orang.
Unsur asosiasi perumahsakitan sebagaimana dimaksud oleh Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).
Unsur organisasi profesi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud diwakili oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (pasal 5)
Calon anggota BPRS harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. sehat fisik dan mental;
c. tidak menjadi anggota salah satu partai politik;
d. cakap, jujur, memiliki moral, etika, integritas yang tinggi, memiliki reputasi yang baik, dan memahami masalah yang berkaitan dengan perumahsakitan;
e. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
f. melepaskan jabatan pemerintahan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota BPRS; dan Calon anggota BPRS yang berasal dari unsur tokoh masyarakat juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: bukan tenaga kesehatan.
UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit : Pasal 56
• Dewan Pengawas Rumah Sakit
• Pemilik Rumah Sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah Sakit.
• Dewan Pengawas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit.
• Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari unsur pemilik Rumah Sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat.
PERMENKES NOMOR 10 TAHUN 2014
TENTANG DEWAN PENGAWAS RUMAH SAKIT
Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.
Dewan Pengawas bertugas:
a. menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;
b. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
c. menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
d. mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
e. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
f. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
g. mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;
Dewan Pengawas yang dibentuk pada Rumah Sakit yang menerapkan PPK BLU/BLUD, selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga melaksanakan pengawasan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang:
a. menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja dan keuangan Rumah Sakit dari Kepala/Direktur Rumah Sakit;
b. menerima laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit dan memantau pelaksanaan rekomendasi tindak lanjut;
c. meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat manajemen lainnya mengenai penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance);
d. meminta penjelasan dari komite atau unit nonstruktural di Rumah Sakit terkait pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance);
e. berkoordinasi dengan Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance), untuk ditetapkan oleh pemilik; dan
f. memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pengelolaan Rumah Sakit.
Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari unsur ;
• pemilik Rumah Sakit,
• organisasi profesi,
• asosiasi perumahsakitan, dan
• tokoh masyarakat.
o Unsur pemilik Rumah Sakit sebagaimana dimaksud ditunjuk oleh pemilik Rumah Sakit.
o Unsur organisasi profesi sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit setelah berkoordinasi dengan organisasi profesi tenaga kesehatan.
o Unsur asosiasi perumahsakitan sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit setelah berkoordinasi denganasosiasi perumahsakitan.
o Unsur tokoh masyarakat sebagaimana dimaksud merupakan tenaga ahli di bidang perumahsakitan.
o Keanggotaan Dewan Pengawas berjumlah maksimal 5 (lima) orang terdiri dari 1 (satu) orang ketua merangkap anggota dan 4 (empat) orang anggota.
Catatan:
Menyimpulkan dari PMK 17 Dan PMK 10, Perlu harmonisasi kebijakan dan aturan yang lebih terarah dan sesuai kepentingan ke depan tentang kemajuan Rumah Sakit ?
Sehingga Sudah selayaknya Anggota Dewan Pengawas Rumah Sakit Wakil dari Organisasi sebanyak 2 orang Semestinya dan selayaknya ada wakil dari Organisasi Perawat PPNI, dikarenakan secara lingkup kerja Dewan pengawas Rumah Sakit berhubungan dengan Komite yang ada di Rumah Sakit yang seyogyanya ada Komite Medik dan Komite Keperawatan.
Mhn dibicarakan/diskusi nasionalpusat DPP PPNI :
1. Perjuangkan wakil OP PPNI Ada di Dewas RS. Strategis mengawasi pola pembagian BLU/BLUD dan insentif bpjs untuk RS Swasta sehingga dapat mensejahterakan anggota PPNI
2. Kami sudah mengangkat ini di seminar dalam rangka Muswil III PPNI Sumsel, Hadit Pak Harif dan bu Titik
3. Pembicara ttg hal tersebut dr. Daeng dari BPRS Pusat wakil dari IDI, telah kami sampaikan juga bahwa kenyataan yg terjadi butuh Advokasi semua pihak kalau mau Dewas berjalan sesuai cita cita Pmk no.10/2014 karena kenyataan yg terjadi di lapangan diisi orang yg tidak menguasai manajemen RS dan tidak sesuai permenkes tersebut. Karena kebanyakan di isi orang pemda masing2.
4. Mhn advokasi Tugas Pembinaan & Pengawasan Ekternal dan Internal ada Wakil OP PPNI. Dapat berjuang.